Di Indonesia, ada banyak korban kekerasan seksual yang disalahkan sebab bajunya. Tetapi, betulkah pakaian korban menyebabkan kekerasan seksual? Satu pameran pakaian di kota Bandung, Jawa Barat, berupaya menjawabnya.
BANDUNG —
Masuk pameran baju penyintas kekerasan seksual di Bandung, kita akan disajikan dua belas pakaian yang digunakan beberapa orang waktu jadi korban. Beberapa penyintas ini ada yang diraba-raba orang asing, bahkan juga diperkosa orang dekat sendiri.
Baju-baju penyintas dipasang menjadi setelan komplet dari kepala sampai kaki. Satu diantara pakaian berbentuk baju kotak-kotak lengan panjang, celana jins panjang, serta kerudung hitam. Sesaat yang lainnya ialah gabungan pakaian gombrang warna biru, celana longgar warna hitam, ditambah kerudung motif bunga.
Baca Juga : Supervisor adalah
Paling tidak 12 setel pakaian dipajang dalam pameran baju penyintas kekerasan seksual. Menurut penyelenggara, sebagian besar pakaian masuk kelompok tertutup namun jadi korban (photo: VOA/Rio Tuasikal)
Nurul Fasivica, dari pergerakan Melek Bersama dengan, menerangkan, pakaian-pakaian ini telah tertutup. Namun saja beberapa wanita ini jadi korban kekerasan seksual. Karenanya, baju ini menggedor asumsi di penduduk jika korban kekerasan seksual umumnya kenakan pakaian terbuka.
Jadi ini bener-bener kita nge-breakdown yang penduduk fikir, engga hanya yang pakaiannya terbuka. Tidak benar-benar. Itu yang pakaiannya ketutup sangat banyak,” katanya pada VOA waktu didapati di Gedung Indonesia Menuntut, Bandung, Minggu (24/3/2019) sore.
Dari dua belas setel pakaian yang dipajang, 8 salah satunya ialah celana panjang serta berkerudung.
Tiap-tiap setelan pakaian dipertunjukkan dengan pembicaraan korban tentang kekerasan seksual yang dihadapi.
Ada dua pakaian tidur yang turut dipajang. Rupanya aktor kekerasan seksual ialah keluarganya sendiri.
“Kejadiannya di dalam rumah. Sama kakaknya, sama bapaknya, sama pacarnya, sama oomnya. Itu orang paling dekat bukan sama orang asing. Yang penduduk fikir jika diperkosa itu hanya sama orang asing, sexual harassment itu hanya dikerjakan sama orang asing, tidak, justru semakin banyak sama orang paling dekat,” lebih Vica yang aktif di Padjadjaran Resource Center on Gender and Human Rights Studies (Pad GHRS).
Satu diantara penyintas yang malas dijelaskan namanya menceritakan, ia membagi kisahnya agar mendayakan penyintas lainnya.
“Karena saya ingin narasi saya empowering rekan-rekan yang lainnya, baik wanita atau siapa saja, yang alami kekerasan atau pelecehan atau perkosaan. Agar ia berani speak up. Terdapat beberapa rekan yang ingin serta akan nemenin ia in this hardship,” katanya.
Penyintas ini pula mengharap, penduduk yang dengar kisahnya dapat terdorong menahan kekerasan seksual.
“Supaya mereka lebih aware sama kejadian-kejadian yang terjadi itu. Serta mudah-mudahan mereka membantu untuk stand with us,” imbuhnya.
Artikel Terkait : Pengertian Perdagangan Internasional
Pameran ini adalah sisi dari acara tiga hari berisi diskusi kekerasan seksual. Beberapa grup siswa serta mahasiswa ikuti usaha edukasi publik ini. Penyelenggara mengharap, penduduk umum semakin lebih terbuka mengulas kekerasan seksual.
“Bikin penduduk kita woke agar melek, bicarakan kekerasan seksual bicarakan ini tuch tidak tabu ini tidak aneh, ini tuch insiden riil bukan hanya diada-adain sama orang,” berharap Nurul.